Bulan Masih
Penuh
Bulan masih penuh pagi itu. Rinduku pada jiwa yang
telah pergi menggelayut manja di pelupuk fajar. Samar raga rembulan perlahan
pudar diterpa sinar mentari. Namun masih kulihat dia bertahta di sana.
Perjalanan yang kususuri kala itu berbingkai panorama
hijau. Sepanjang langkah kulihat hamparan anugerah tak terkira. Sinar jingga
berpendar di sela-sela pepohonan. Gunung nun jauh tetap berdiri tegak walau
tersipu malu di balik kabut. Deru mesin-mesin beradu, mengantar langkah ribuan
manusia. Aku salah satu dari mereka, penjelajah hari pengharap berkah.
Bulan masih penuh pagi itu. Mendampingi sepanjang
syukurku terhadap nikmat. Sekilas kulihat senyumnya tipis menggantung di atas
lembah bertabur flora. Sekelompok pekerja menyusuri jalur hijau di atas bumi,
berbincang sembari meniti langkah-langkah kecil menuju penghidupan.
Bulan masih penuh pagi itu. Dia tak lepas dari sisiku.
Mungkin ada dia di sana, bersanding dengan rembulan dan menyampaikan rindu
lewat aroma pagi yang menyejukkan. Sesaat bisa aku rasakan pelukannya meresap
pada kehadiran sang bulan. Pelukan dari jiwa yang kurindukan.
Bulan masih penuh pagi itu. Seperti masa lalu yang
pernah kulewatkan bersamanya. Berlari-lari di hamparan daun teh, menyapa
rembulan yang bersiap pergi. Sementara matahari kian perkasa di ufuk timur,
kami saling menggenggam, meleburkan harap.
Pada bulan yang bersiap pergi, kutitipkan setangkup
cinta pada jiwa yang kurindu.
***
Cipularang, 26 Juni 2013
0 komentar:
Posting Komentar