Minggu, 06 November 2016

PUISI KARYA AJIP ROSIDIN




Secarik cahaya nyaris padam 
Mengedip disela panjangnya kegelapan
 
Sekeping asa kini terlunta bisu
 
Merangkaki deru kesepian yang tiada berujung
 
Tiada terbangkit rasa yang pernah ada
 
Mengelam disudut kepingan senja yang menganga

Kau kian tertatih dilorong waktu tak berpintu 
Menjumpai persinggahan nasib, disudut keremangan
 
Mengais detak demi detak wajah pahit kenyataan
 
Memeluk dinginnya gumpalan kabut kebekuan
Tiada kemilau senyum mengulas bentangan hari
 
Hanya kerutan luka kegelapan yang menghampar legam
 
Seusai hujan melenyapkan segala gema nyanyian indah 
Kebalik gulungan hitam awan senja

Kulemaskan huruf huruf kaku dibawah bayanganmu 
Merajahnya dalam ukiran kaligrafi langit
 
Agar terhembus kembali nyanyian surgawi yang pernah hilang
 
Ketika badai melantakan hijaunya lambaian perdu di ranah kasih
Kuukir lagi wajah ayu yang lama tertimbun dalam gundukan kering waktu
Meski angin menghardik tajam, meludahi hasrat yang terlahir suci
 

Diantara barisan kata yang berhimpitan
 
Kuselipkan segurat nama ditengah makna keindahan
 
Sepotong jiwa yang pernah begitu lekat direntangan hari
 
Dimana segala resahku pudar terhembus buih keteduhan
 
Seberkas hati yang penuh kasih, yang tak henti menggugah senyumku
 
Dan tak pernah putus kuhembuskan gumpalan cinta ini pada dinding dindingnya
 






Adakah semua telah menjadi takdir kita ?
Terombang ambing diantara mimpi dan derita
Menggenggam butiran cinta
Memamah sebaris wujud kesetiaan
Yang tak pernah menyerah pada suratan
Meski perih tak henti tumbuh dari sela waktu
Mengetuk hati kita kepadanan luka abadi

Mungkin waktu telah berhenti diujung kisah kita
Mengendapkan semua mimpi kebalik gulita hasrat
Mencipta gelap rindu yang tiada pernah berujung
Seribu cahaya terpagar duka, memendar luka disela kilau
Membuat sajak sajak tumbuh dalam peluh kelukaan
Mengerang disetiap desiran malam sepi

Kutahu disepanjang ruang waktu terlewati
Hidup kita tak henti memeluk serpihan yang tertinggal
Dan kita hanya mampu mengejanya, helai demi helai
Dalam gemuruh perih yang tiada berujung akhir



Gugur sekeping makna 
Terlempar dari bilik senyum meradang
 
Aksara tak lagi terlukis indah
 
Berkerut dipeluk resah sang angin malam
 
Aku terpasung diantara hasrat dan beban
 
Mengeja butiran laku yang lahir dari bayang tercela
 

Tiada lagi yang tersisa dari noktah
 
Hanya bulatan hitam disepanjang tatap
 
Ku rajah wajah keindahan semu
 
Dengan bilah tajam pisau keakuan
 
Hingga tak mewujud garis kemilau yang pernah terlahir
 

Aku muak dengan senyuman malam nan genit
 
Menghias cahaya semu dari balik raut kegelapan
 
Seperti cermin lakumu yang kini membuat aku
 
nanar
 
Memamah butir kemunafikan yang tiada henti mengalir
 




Jejak bayang pupus di rimba kata 
Melayah menjadi untaian kabut tak terbaca
 
Hingga malampun tak mampu mengeja geliat tersisa
 
Dan menghempaskannya kebalik raut ketiadaan
Rentang sepi telah membunuh semua rantai kerinduan
 
Memacu jenuhku membara disudut amarah samar
 
Akhirnya tiada lagi yang tergurat dari sebentuk wajah kasih
 

Mataku telah buta oleh tangis selarik kenangan terluka
 
Dan seribu bayangan kasih lalu menjadi buih lekat
 
Membaluri sekujur nadiku dengan aliran cinta
Membuat lidahku tak henti mengeja ayat demi ayat yang dilahirkan kenanganmu
 
Dimana duka tak henti mengalirkan lumpur dan lahar kebekuan
 

Berkaca pada ripuh nyanyian lara
 
Kusimpan semua bayanganmu keperaduan sunyi
 
Kupagut cahaya rembulan dari balik kaca jendela
Semoga langit tak lagi kelam, memapak senyumku dengan restu Nya
 



Sepercik embun dihela tujuh larik sinar 
Membias bak kemilau paras bidadari
 
Hilang sisa perih semalam, dicabik tawa bagaskara
 
Meluruh pada perut bumi ketika senyumku beranjak
 
Sebaris mimpi menggapai lemah di peraduan hasrat
 
Tak mampu memanggil jiwaku kembali
 

Telah pucat sajak sajak ku menampung air mata malam
Memeluk pinggiran sepi disepanjang rentang bayangan
 
Aksaraku telah lama terperangkap duka
 
Mengerang dibalik sebuah nama yang tiada menuai wujud
 
Membuat jantungku lelah, memangku gumpalan hampa dibatas jenuh
 

Kuhela rangkaian embun menjadi binar binar harapan
 
Menggoreskannya pada hamparan dinding sepi
 
Dan aku tak akan pernah berhenti menggapai hangat mentariku
Meski rendaman sepi tak jera membawakan gelisah waktu




Takkan kulahirkan elegi dari sendu nyanyianmu 
Meski ruh malam tiada henti membawakan bisik rahasia
 
Tentang sekumpulan duri yang terlahir dari kerling bayanganmu
 
Takkan kudesahkan lagi kidung keluh disela gerimis malam
 
Yang hanya membuat pucat kaki jiwaku
 
Ketika sepi tak beranjak keujung harapan
 

Telah kubuang semua rindu disekujur nadi
 
Hingga berhamburan buihnya memendar kebalik sepi
 
Dan kubiarkan bayang bayang mimpi menari tanpa makna
 
Lalu berlari menjauh kesudut bentangan malam
 
Takkan lagi kubingkai wajah impian dengan figura emas harapan
 
Yang hanya akan membuat luka jemari ini
 
Ketika godam suratan menghentak pecah jendela harapan
 

Tiada akan kurangkaikan lagi sajak kelukaan
 
Diatas kawanan mimpi yang mungkin terbit didepan jalanan waktuku
 


Share:

Related Posts:

0 komentar:

Posting Komentar

VIEWERS

368,631

Text Widget

Recent Posts

BTemplates.com