Secarik cahaya nyaris padam
Mengedip disela panjangnya kegelapan
Sekeping asa kini terlunta bisu
Merangkaki deru kesepian yang tiada berujung
Tiada terbangkit rasa yang pernah ada
Mengelam disudut kepingan senja yang menganga
Mengedip disela panjangnya kegelapan
Sekeping asa kini terlunta bisu
Merangkaki deru kesepian yang tiada berujung
Tiada terbangkit rasa yang pernah ada
Mengelam disudut kepingan senja yang menganga
Kau kian tertatih dilorong waktu tak berpintu
Menjumpai persinggahan nasib, disudut keremangan
Mengais detak demi detak wajah pahit kenyataan
Memeluk dinginnya gumpalan kabut kebekuan
Tiada kemilau senyum mengulas bentangan hari
Hanya kerutan luka kegelapan yang menghampar legam
Seusai hujan melenyapkan segala gema nyanyian indah
Menjumpai persinggahan nasib, disudut keremangan
Mengais detak demi detak wajah pahit kenyataan
Memeluk dinginnya gumpalan kabut kebekuan
Tiada kemilau senyum mengulas bentangan hari
Hanya kerutan luka kegelapan yang menghampar legam
Seusai hujan melenyapkan segala gema nyanyian indah
Kebalik gulungan hitam awan senja
Kulemaskan
huruf huruf kaku dibawah bayanganmu
Merajahnya dalam ukiran kaligrafi langit
Agar terhembus kembali nyanyian surgawi yang pernah hilang
Ketika badai melantakan hijaunya lambaian perdu di ranah kasih
Kuukir lagi wajah ayu yang lama tertimbun dalam gundukan kering waktu
Meski angin menghardik tajam, meludahi hasrat yang terlahir suci
Diantara barisan kata yang berhimpitan
Kuselipkan segurat nama ditengah makna keindahan
Sepotong jiwa yang pernah begitu lekat direntangan hari
Dimana segala resahku pudar terhembus buih keteduhan
Seberkas hati yang penuh kasih, yang tak henti menggugah senyumku
Dan tak pernah putus kuhembuskan gumpalan cinta ini pada dinding dindingnya
Merajahnya dalam ukiran kaligrafi langit
Agar terhembus kembali nyanyian surgawi yang pernah hilang
Ketika badai melantakan hijaunya lambaian perdu di ranah kasih
Kuukir lagi wajah ayu yang lama tertimbun dalam gundukan kering waktu
Meski angin menghardik tajam, meludahi hasrat yang terlahir suci
Diantara barisan kata yang berhimpitan
Kuselipkan segurat nama ditengah makna keindahan
Sepotong jiwa yang pernah begitu lekat direntangan hari
Dimana segala resahku pudar terhembus buih keteduhan
Seberkas hati yang penuh kasih, yang tak henti menggugah senyumku
Dan tak pernah putus kuhembuskan gumpalan cinta ini pada dinding dindingnya
Adakah semua
telah menjadi takdir kita ?
Terombang
ambing diantara mimpi dan derita
Menggenggam
butiran cinta
Memamah
sebaris wujud kesetiaan
Yang tak
pernah menyerah pada suratan
Meski perih
tak henti tumbuh dari sela waktu
Mengetuk
hati kita kepadanan luka abadi
Mungkin
waktu telah berhenti diujung kisah kita
Mengendapkan
semua mimpi kebalik gulita hasrat
Mencipta
gelap rindu yang tiada pernah berujung
Seribu
cahaya terpagar duka, memendar luka disela kilau
Membuat
sajak sajak tumbuh dalam peluh kelukaan
Mengerang
disetiap desiran malam sepi
Kutahu
disepanjang ruang waktu terlewati
Hidup kita
tak henti memeluk serpihan yang tertinggal
Dan kita
hanya mampu mengejanya, helai demi helai
Dalam
gemuruh perih yang tiada berujung akhir
Gugur
sekeping makna
Terlempar dari bilik senyum meradang
Aksara tak lagi terlukis indah
Berkerut dipeluk resah sang angin malam
Aku terpasung diantara hasrat dan beban
Mengeja butiran laku yang lahir dari bayang tercela
Tiada lagi yang tersisa dari noktah
Hanya bulatan hitam disepanjang tatap
Ku rajah wajah keindahan semu
Dengan bilah tajam pisau keakuan
Hingga tak mewujud garis kemilau yang pernah terlahir
Aku muak dengan senyuman malam nan genit
Menghias cahaya semu dari balik raut kegelapan
Seperti cermin lakumu yang kini membuat aku
nanar
Memamah butir kemunafikan yang tiada henti mengalir
Terlempar dari bilik senyum meradang
Aksara tak lagi terlukis indah
Berkerut dipeluk resah sang angin malam
Aku terpasung diantara hasrat dan beban
Mengeja butiran laku yang lahir dari bayang tercela
Tiada lagi yang tersisa dari noktah
Hanya bulatan hitam disepanjang tatap
Ku rajah wajah keindahan semu
Dengan bilah tajam pisau keakuan
Hingga tak mewujud garis kemilau yang pernah terlahir
Aku muak dengan senyuman malam nan genit
Menghias cahaya semu dari balik raut kegelapan
Seperti cermin lakumu yang kini membuat aku
nanar
Memamah butir kemunafikan yang tiada henti mengalir
Jejak bayang
pupus di rimba kata
Melayah menjadi untaian kabut tak terbaca
Hingga malampun tak mampu mengeja geliat tersisa
Dan menghempaskannya kebalik raut ketiadaan
Rentang sepi telah membunuh semua rantai kerinduan
Memacu jenuhku membara disudut amarah samar
Akhirnya tiada lagi yang tergurat dari sebentuk wajah kasih
Mataku telah buta oleh tangis selarik kenangan terluka
Dan seribu bayangan kasih lalu menjadi buih lekat
Membaluri sekujur nadiku dengan aliran cinta
Membuat lidahku tak henti mengeja ayat demi ayat yang dilahirkan kenanganmu
Dimana duka tak henti mengalirkan lumpur dan lahar kebekuan
Berkaca pada ripuh nyanyian lara
Kusimpan semua bayanganmu keperaduan sunyi
Kupagut cahaya rembulan dari balik kaca jendela
Semoga langit tak lagi kelam, memapak senyumku dengan restu Nya
Melayah menjadi untaian kabut tak terbaca
Hingga malampun tak mampu mengeja geliat tersisa
Dan menghempaskannya kebalik raut ketiadaan
Rentang sepi telah membunuh semua rantai kerinduan
Memacu jenuhku membara disudut amarah samar
Akhirnya tiada lagi yang tergurat dari sebentuk wajah kasih
Mataku telah buta oleh tangis selarik kenangan terluka
Dan seribu bayangan kasih lalu menjadi buih lekat
Membaluri sekujur nadiku dengan aliran cinta
Membuat lidahku tak henti mengeja ayat demi ayat yang dilahirkan kenanganmu
Dimana duka tak henti mengalirkan lumpur dan lahar kebekuan
Berkaca pada ripuh nyanyian lara
Kusimpan semua bayanganmu keperaduan sunyi
Kupagut cahaya rembulan dari balik kaca jendela
Semoga langit tak lagi kelam, memapak senyumku dengan restu Nya
Sepercik
embun dihela tujuh larik sinar
Membias bak kemilau paras bidadari
Hilang sisa perih semalam, dicabik tawa bagaskara
Meluruh pada perut bumi ketika senyumku beranjak
Sebaris mimpi menggapai lemah di peraduan hasrat
Tak mampu memanggil jiwaku kembali
Telah pucat sajak sajak ku menampung air mata malam
Memeluk pinggiran sepi disepanjang rentang bayangan
Aksaraku telah lama terperangkap duka
Mengerang dibalik sebuah nama yang tiada menuai wujud
Membuat jantungku lelah, memangku gumpalan hampa dibatas jenuh
Kuhela rangkaian embun menjadi binar binar harapan
Menggoreskannya pada hamparan dinding sepi
Dan aku tak akan pernah berhenti menggapai hangat mentariku
Meski rendaman sepi tak jera membawakan gelisah waktu
Membias bak kemilau paras bidadari
Hilang sisa perih semalam, dicabik tawa bagaskara
Meluruh pada perut bumi ketika senyumku beranjak
Sebaris mimpi menggapai lemah di peraduan hasrat
Tak mampu memanggil jiwaku kembali
Telah pucat sajak sajak ku menampung air mata malam
Memeluk pinggiran sepi disepanjang rentang bayangan
Aksaraku telah lama terperangkap duka
Mengerang dibalik sebuah nama yang tiada menuai wujud
Membuat jantungku lelah, memangku gumpalan hampa dibatas jenuh
Kuhela rangkaian embun menjadi binar binar harapan
Menggoreskannya pada hamparan dinding sepi
Dan aku tak akan pernah berhenti menggapai hangat mentariku
Meski rendaman sepi tak jera membawakan gelisah waktu
Takkan kulahirkan elegi dari sendu
nyanyianmu
Meski ruh malam tiada henti membawakan bisik rahasia
Tentang sekumpulan duri yang terlahir dari kerling bayanganmu
Takkan kudesahkan lagi kidung keluh disela gerimis malam
Yang hanya membuat pucat kaki jiwaku
Ketika sepi tak beranjak keujung harapan
Telah kubuang semua rindu disekujur nadi
Hingga berhamburan buihnya memendar kebalik sepi
Dan kubiarkan bayang bayang mimpi menari tanpa makna
Lalu berlari menjauh kesudut bentangan malam
Takkan lagi kubingkai wajah impian dengan figura emas harapan
Yang hanya akan membuat luka jemari ini
Ketika godam suratan menghentak pecah jendela harapan
Tiada akan kurangkaikan lagi sajak kelukaan
Diatas kawanan mimpi yang mungkin terbit didepan jalanan waktuku
Meski ruh malam tiada henti membawakan bisik rahasia
Tentang sekumpulan duri yang terlahir dari kerling bayanganmu
Takkan kudesahkan lagi kidung keluh disela gerimis malam
Yang hanya membuat pucat kaki jiwaku
Ketika sepi tak beranjak keujung harapan
Telah kubuang semua rindu disekujur nadi
Hingga berhamburan buihnya memendar kebalik sepi
Dan kubiarkan bayang bayang mimpi menari tanpa makna
Lalu berlari menjauh kesudut bentangan malam
Takkan lagi kubingkai wajah impian dengan figura emas harapan
Yang hanya akan membuat luka jemari ini
Ketika godam suratan menghentak pecah jendela harapan
Tiada akan kurangkaikan lagi sajak kelukaan
Diatas kawanan mimpi yang mungkin terbit didepan jalanan waktuku
0 komentar:
Posting Komentar