Puisi Taufik Ismail
TAUFIK ISMAIL,nama tersebut sudah tidak asing lagi bagi para pecinta puisi di tanah air.
Goresan tinta yang ditorehkan begitu terkenal terutama yang menyiratkan tentang
potret peristiwa sejarah. Namun demikian, secara pribadi aku tidak terlalu
menyukai puisi-puisi jaman dulu, sajak yang ditulis terkesan seperti cerita.
So, berikut ini beberapa puisi
karya Taufik Ismail yang sudah aku pilih biarpun nggak
semuanya. Maklum banyak banget karya-karyanya dalam Benteng, Buku tamu museum
perjuangan, Prahara budaya, dan Sajak ladang jagung.

DENGAN PUISI AKU
(Taufiq ismail)
Dengan puisi aku bernyanyi
Sampai senja umurku nanti
Dengan puisi aku bercinta
Berbaur cakrawala
Dengan puisi aku mengenang
Keabadian Yang Akan Datang
Dengan puisi aku menangis
Jarum waktu bila kejam mengiris
Dengan puisi aku mengutuk
Napas jaman yang busuk
Dengan puisi aku berdoa
Perkenankanlah kiranya
Sampai senja umurku nanti
Dengan puisi aku bercinta
Berbaur cakrawala
Dengan puisi aku mengenang
Keabadian Yang Akan Datang
Dengan puisi aku menangis
Jarum waktu bila kejam mengiris
Dengan puisi aku mengutuk
Napas jaman yang busuk
Dengan puisi aku berdoa
Perkenankanlah kiranya
Sebuah Jaket Berlumur Darah
Sebuah jaket berlumur darah
Kami semua telah menatapmu
Telah pergi duka yang agung
Dalam kepedihan bertahun-tahun.
Sebuah sungai membatasi kita
Di bawah terik matahari Jakarta
Antara kebebasan dan penindasan
Berlapis senjata dan sangkur baja
Akan mundurkah kita sekarang
Seraya mengucapkan ’Selamat tinggal perjuangan’
Berikara setia kepada tirani
Dan mengenakan baju kebesaran sang pelayan?.
Spanduk kumal itu, ya spanduk itu
Kami semua telah menatapmu
Dan di atas bangunan-bangunan
Menunduk bendera setengah tiang.
Pesan itu telah sampai kemana-mana
Melalui kendaraan yang melintas
Abang-abang beca, kuli-kuli pelabuhan
Teriakan-teriakan di atas bis kota, pawai-pawai perkasa
Prosesi jenazah ke pemakaman
Mereka berkata
Semuanya berkata
Lanjutkan Perjuangan.
0 komentar:
Posting Komentar