Ibu Terhebat
Judul Cerpen Ibu Terhebat
Cerpen Karangan: Ulfi Rohma
Kategori: Cerpen Keluarga, Cerpen Penyesalan, Cerpen Sedih
Lolos moderasi pada: 16 February 2015
Cerpen Karangan: Ulfi Rohma
Kategori: Cerpen Keluarga, Cerpen Penyesalan, Cerpen Sedih
Lolos moderasi pada: 16 February 2015
Aku seorang
pelajar SMP. Namaku adya azahra yang biasa dipanggil dya. Aku anak tunggal yang
hidup bersama ayah dan ibu, mereka sangat menyayangiku. Setiap hari kami selalu
meluangkan waktu untuk bersama.
Ketika aku
mulai mengenal pergaulan dan mulai menginginkan sesuatu yang harus aku
dapatkan, aku sering merasa kesal dengan ibuku tanpa sebab, aku selalu
membantah ketika ibu menasehatiku, aku selalu marah-marah dengannya, apalagi
jika aku minta sesuatu kepada ibu tapi ibu menundanya, aku sangat marah
sampai-sampai aku mengobrak abrik barang-barang di sekitarku di depan ibu.
Tapi ibu
tidak memarahiku dia hanya berkata “sabar nak, besok pasti ibu kasih” sambil
merapikan.
Aku semakin jengkel kepada ibu. Lalu ayahku datang “dya kenapa kamu nak?” Tanya ayah kepadaku. “Hehe tidak apa-apa yah” sambil masuk kamar. Entah kenapa dengan ayahku aku merasa takut beda dengan ibuku.
Aku semakin jengkel kepada ibu. Lalu ayahku datang “dya kenapa kamu nak?” Tanya ayah kepadaku. “Hehe tidak apa-apa yah” sambil masuk kamar. Entah kenapa dengan ayahku aku merasa takut beda dengan ibuku.
Saat aku
bangun dari tempat tidur aku langsung mandi untuk siap-siap ke sekolah.
Sebelumnya ku lihat meja makan yang sudah ada makanan yang dimasak ibuku untuk
sarapan pagi bersama ayah. Ibuku jarang ikut sarapan dengan kami, ibu hanya
menyiapkan sarapan, “nanti ingin ibu masakin apa?” Hampir setiap pagi setelah
sarapan ibu bertanya seperti itu kepadaku. “Terserah yang penting enak”
(meringis). Kemudian ibu bergegas ke pasar untuk membeli bahan untuk makan
siang dan malam nanti.
Jarang
kutemui ibuku saat aku berangkat ke sekolah. Tapi ibu selalu berpesan kepadaku
dan ayah sebelum aku berangkat ke sekolah dan ayah berangkat kerja supaya aku
dan ayah hati-hati.
Aku hanya berpamitan dengan ayah yang juga mau berangkat bekerja.
Aku hanya berpamitan dengan ayah yang juga mau berangkat bekerja.
Sepulang
sekolah “assalamualaikum, assalamualaikum” aku masuk rumah, melihat ibuku yang
tertidur di depan tv setelah memasak untukku dan menunggu pulangku hingga
ketiduran. Ku lihat wajah ibuku yang berkeringat mungkin karena kelelahan
setiap hari melakukan pekerjaan rumah sendiri.
“Oh, dya
sudah pulang?” ibu tiba-tiba bangun. Aku kaget “iyaa bu” (berjalan ke kamar).
Ibu menyuruhku agar aku segera makan. Tetepi aku tertidur hingga akhirnya aku lupa makan siang. Saat ibuku membangunkanku aku malah marah-marah kepadanya. Malam harinya aku baru makan bersama ayah dan juga ibu. Aku melihat lauk makanan ibu yang dipakai hanya sedikit, tapi laukku sangat banyak padahal aku tak pernah membantu ibu memasak. Disuruh menyapu saja aku menolaknya.
Ibu menyuruhku agar aku segera makan. Tetepi aku tertidur hingga akhirnya aku lupa makan siang. Saat ibuku membangunkanku aku malah marah-marah kepadanya. Malam harinya aku baru makan bersama ayah dan juga ibu. Aku melihat lauk makanan ibu yang dipakai hanya sedikit, tapi laukku sangat banyak padahal aku tak pernah membantu ibu memasak. Disuruh menyapu saja aku menolaknya.
Pada hari
minggu yang biasa dilakukan oleh sebagian orang selama hari libur itu
membersihkan rumahnya. Saat itu aku tertidur pulas sampai aku bangun siang, aku
tak melakukan apapun, ketika aku keluar dari kamarku aku melihat ibu sedang
membersihkan kaca dan atap rumah, lalu menyapu, mengepel lantai. “Dya, bantu
ibu cepat sini jangan tidur terus” kata ibu. Aku menolak perintah ibu lalu aku
berlari ke rumah nenekku yang kebetulan rumahnya tidak jauh dari rumah.
Saat aku
pulang aku melihat ayah dan ibuku berdua sedang bercanda di depan tv, aku tidak
ingin mengganggunya. Memang aku sebel dengan ibu padahal sebenarnya ibu tidak
salah, namun aku juga bahagia melihat ibu dengan ayah bahagia berdua. Aku
berharap aku akan selalu besama mereka selamanya.
Tapi
ternyata aku salah kebahagiaanku kini mulai berkurang saat ayah berubah menjadi
orang yang tak perduli pada keluarganya. Entah kenapa ayah seperti itu,
biasanya ayah tak pernah kasar denganku dan ibuku tapi sekarang selalu
marah-marah dengan raut wajah yang sensitif. Ayah yang dulu baik kini sering
memarahi ibuku. “Yah belikan handpone baru ya” aku memohon ke ayah, “hp sudah 2
masih kurang, kamu pikir cari uang gampang? minta ibumu sana” sambil emosi dan
langsung pergi.
Aku tak
kuasa menahan ucapan ayah padaku sehingga aku pun menangis. “Insya allah ibu
akan belikan” ibu menghiburku. Ayah yang sekarang sering pulang malam dia juga
tidak pernah makan masakan ibu, padahal ibu susah payah masak sendiri.
Ternyata
handpone yang aku minta ke ayah, ibu belikan untuku padahal uang yang dipakai
adalah uang pinjaman. Ibuku rela melakukannya hanya demi aku “makasih ibu”
sambil tersenyum. Setelah ibu pergi aku berfikir sejenak, “betapa tulusnya ibu
denganku, tapi aku tidak pernah membantunya”.
Tanpa ku
sadari tiba-tiba ayah ingin menggugat cerai ibuku. Suatu hal yang tidak pernah
ada dalam fikiranku itu terjadi dalam keluargaku yang dulunya tentram, kini
mulai muncul masalah, setiap kali aku melihat ibu dan ayah bertengkar, ayah
yang bembentak-bentak ibuku hingga ibuku tak kuasa menahan airmatanya. Aku
bingung ketakutan melihat orangtuaku yang tak seakur dulu. Aku selalu berdoa
agar keluargaku kembali seperti dulu. Kemudian aku pergi ke rumah temanku, di
jalan ku lihat ayah dengan wanita lain sedang bercanda. aku berlari untuk
kembali ke rumah dan aku menangis. “Kenapa dya” ibu bertanya. Aku hanya diam
dan mengusap airmataku, aku tak mau menceritakan kepada ibu karena aku kasihan,
aku tidak mau melihat ibu sedih.
Setiap kali
ayah pulang ayah memasang wajah seperti orang yang mau marah, ibu berusaha
perhatian dan menyapa ayah, tapi ayah malah cuek tak memperdulikan ibu. Ibu
masih berusaha agar ayah tidak menggugat cerai. Entah kenapa ibu seperti itu,
memperjuangkan ayah yang tidak meresponnya. Hingga aku jengkel sama ayah.
Walau begitu ibu masih terus menjalankan tugas sebagai seorang istri yang mengerjakan pekerjaan rumah sendirian, padahal di sisi lain ibu juga bekerja di luar rumah. Ibu tak pernah memperlihatkan rasa capeknya. Ibuku juga tidak pernah meninggalkan kewajibannya untuk beribadah.
Walau begitu ibu masih terus menjalankan tugas sebagai seorang istri yang mengerjakan pekerjaan rumah sendirian, padahal di sisi lain ibu juga bekerja di luar rumah. Ibu tak pernah memperlihatkan rasa capeknya. Ibuku juga tidak pernah meninggalkan kewajibannya untuk beribadah.
Ketika aku
ada masalah orang yang membantu untuk menyelesaikan adalah ibu, saat aku sakit
orang pertama yang gelisah dan merawatku tanpa pamrih adalah ibu. Dan ayah
menengokku dan memeriksakanku ke bidan terdekat bersama ibuku. Disitulah ayah
sudah terlihat baik dengan ibu dan rukun kembali. Aku senang melihat kedua
orangtuaku bersama tanpa ada masalah lagi. Dan kami hidup bahagia lagi.
Tapi belum
ada satu tahun ibu dan ayah baikan, lagi-lagi masalah itu muncul, ayah kembali
selingkuh dengan wanita lain hingga ayah benar-benar menceraikan ibu yang tak
menginginkan perceraian itu terjadi. Aku melarang ayah agar ayah dan ibu tidak
berpisah, tapi perkataanku percuma, ayah menganggap seperti angin. Karena
mungkin ayah sudah terjerumus dengan wanita yang merebut ayah dari ibuku.
Sehingga ayah sudah peduli padaku.
Peristiwa
perceraian itu pun terjadi saat aku memasuki sekolah baruku yaitu tingkat SMA.
karena aku sekolah jauh dari rumah jadi aku terpaksa kos yang seminggu sekali
baru pulang.
Setiba di rumah, perasaanku tak enak, ternyata saat aku membuka pintu ayah berdua dengan wanita lain, aku mencari ibuku di semua ruangan, tapi ibu sudah pergi dari rumah tanpa membawa barang apapun. Aku tidak tahu kenapa wanita itu ada di rumahku bersama ayah padahal perceraian ayah dan ibu belum ada 2 bulan.
Setiba di rumah, perasaanku tak enak, ternyata saat aku membuka pintu ayah berdua dengan wanita lain, aku mencari ibuku di semua ruangan, tapi ibu sudah pergi dari rumah tanpa membawa barang apapun. Aku tidak tahu kenapa wanita itu ada di rumahku bersama ayah padahal perceraian ayah dan ibu belum ada 2 bulan.
Aku berlari
ke rumah nenek yang tidak jauh dari rumahku, “nek, apa yang sebenarnya
terjadi?” Aku bertanya. “Ayahmu sudah menikah lagi kemarin, perkataan nenek
sudah tidak dipedulikan, ayahmu hanya nurut dengan istri barunya, kamu yang
sabar, ikhlas menerima kenyataan” (sambil menangis).
Aku langsung menjatuhkan makanan yang mau ku makan. Aku bergegas ke rumah mengambil handpone.
Tut.. tut.. tut.. tut.. tut.. “Halo sayang?” Ibu menjawab. “Ibu kenapa ibu meninggalkanku? Aku butuh ibu untuk berada di sampingku, maafkan aku ibu yang dulu aku sering marah-marah dan membentak ibu, ibuuu” (sambil menangis). Dan kelihatan jawaban dari suara ibu seperti orang yang menahan tangisan, “tidak apa-apa, ayahmu yang menginginkan itu, ibu berusaha bertahan untuk tidak berpisah tapi ayahmu yang memaksakan, sebenarnya ibu tahu ayahmu selingkuh sejak kamu kelas 5 SD, tapi ibu menutupi semua itu”. Begitu kuatnya ibu menghadapi cobaan yang sekian lama baru aku ketahui sekarang ini, aku tak bisa berbicara apapun yang aku lakukan hanyalah menangis, “alasan ibu bertahan adalah karena adanya kamu dya, kamu alasan ibu yang mampu menguatkan ibu hingga sekarang ini, maafkan ibu yang belum bisa menjadi ibu terbaik sayang, ibu tidak bisa mempertahankan rumah tangga dengan ayahmu sehingga kamu menjadi korbannya, kamu hati-hati ya nak, sekolah yang pinter” Ibu berkata. “Ibu, ibu tidak salah, ibu adalah ibu terbaik yang menyayangi dengan tulus bahkan ibu tidak pernah merasa bosan untuk merawatku” aku terus menangis.
Aku langsung menjatuhkan makanan yang mau ku makan. Aku bergegas ke rumah mengambil handpone.
Tut.. tut.. tut.. tut.. tut.. “Halo sayang?” Ibu menjawab. “Ibu kenapa ibu meninggalkanku? Aku butuh ibu untuk berada di sampingku, maafkan aku ibu yang dulu aku sering marah-marah dan membentak ibu, ibuuu” (sambil menangis). Dan kelihatan jawaban dari suara ibu seperti orang yang menahan tangisan, “tidak apa-apa, ayahmu yang menginginkan itu, ibu berusaha bertahan untuk tidak berpisah tapi ayahmu yang memaksakan, sebenarnya ibu tahu ayahmu selingkuh sejak kamu kelas 5 SD, tapi ibu menutupi semua itu”. Begitu kuatnya ibu menghadapi cobaan yang sekian lama baru aku ketahui sekarang ini, aku tak bisa berbicara apapun yang aku lakukan hanyalah menangis, “alasan ibu bertahan adalah karena adanya kamu dya, kamu alasan ibu yang mampu menguatkan ibu hingga sekarang ini, maafkan ibu yang belum bisa menjadi ibu terbaik sayang, ibu tidak bisa mempertahankan rumah tangga dengan ayahmu sehingga kamu menjadi korbannya, kamu hati-hati ya nak, sekolah yang pinter” Ibu berkata. “Ibu, ibu tidak salah, ibu adalah ibu terbaik yang menyayangi dengan tulus bahkan ibu tidak pernah merasa bosan untuk merawatku” aku terus menangis.
Ayah
melarangku bertemu dengan ibu, seakan-akan dia tidak mengerti perasaanku yang
hancur saat itu.
Ayah tertawa berdua dengan istri barunya tanpa memikirkan perasaanku. Aku merenungkan semua yang terjadi padaku, aku menyesal dulu selalu bersikap tidak sopan terhadap ibuku padahal ibu sangat berarti bagiku, aku menyesal saat dia sudah tidak ada di sampingku lagi.
Ayah tertawa berdua dengan istri barunya tanpa memikirkan perasaanku. Aku merenungkan semua yang terjadi padaku, aku menyesal dulu selalu bersikap tidak sopan terhadap ibuku padahal ibu sangat berarti bagiku, aku menyesal saat dia sudah tidak ada di sampingku lagi.
Hari demi
hari aku jalani dengan penuh kesabaran, aku mencoba kuat namun aku tidak bisa
saat aku mengingat wajah ibuku aku selalu menangis. Padahal seharusnya ibulah
orang yang paling tersakiti tapi dia kuat, aku yakin ibu sangat merindukanku
dan dia selalu menyebut namaku di dalam doanya.
Aku baru sadar bahwa aku mempunyai ibu yang sangat tulus, aku sangat merindukan sosok ibu kandung yang membesarkanku hingga saat ini dengan kesabaran dan ketulusannya, semua tinggal kenangan.
Aku baru sadar bahwa aku mempunyai ibu yang sangat tulus, aku sangat merindukan sosok ibu kandung yang membesarkanku hingga saat ini dengan kesabaran dan ketulusannya, semua tinggal kenangan.
Masya Allah, bagus sekali kisahnya
BalasHapusBagus kakak
BalasHapus