Cinta Monyetku
Judul Cerpen Cinta Monyetku
Cerpen Karangan: Amie Sudarmi
Kategori: Cerpen Cinta Pertama, Cerpen Cinta Romantis
Lolos moderasi pada: 5 November 2016
Cerpen Karangan: Amie Sudarmi
Kategori: Cerpen Cinta Pertama, Cerpen Cinta Romantis
Lolos moderasi pada: 5 November 2016
Masa-masa SMA emang masa yang
paling indah kata orang dan masa itu masa yang gak akan terulang. Sekarang
Dinda sudah gak pake seragam putih abu-abu lagi, sudah bukan anak ABG lagi.
Sekarang Dinda udah mulai mengenyam yang namanya bangku kuliah. Selepas menimba
ilmu di SMA, Dinda memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya di salah satu
universitas ternama di Jakarta dengan mengambil jurusan Ekonomi Akuntansi.
Berhubung dia sangat menyukai yang namanya akuntansi.
Pagi yang cerah mengawali
langkah Dinda memasuki tempat dia menimba ilmu. “Nafas baru.” ucapnya di hati
sambil tersenyum melangkahkan kaki memasuki gerbang kampus. Seseorang sedari
tadi tengah mengawasinya dan perlahan mulai mendekit Dinda.
“Hai, kamu Nadinda anak SMP Harapan bukan ya?” tanya cowok yang sedari tadi mengikutinya yang kini ikut berjalan di sampingnya. Dinda menghentikan langkahnya dan menatap wajah cowok itu. Dia mulai mengingat-ingat. Wajahnya begitu familiar di ingatan Dinda. Gak jauh berbeda dari wajah yang terekam terakhir 3 tahun yang lalu saat masih berseragam putih biru. Wajah yang ganteng, putih dan berpostur proporsional.
“Kamu Andika kan?” Dinda balik bertanya
“fiiiuuhhh…!” serunya sambil mengelus dada. “Ternyata kamu masih ingat aku, kirain…”
“Mana mungkin aku lupa sang cover boy dan playboy SMP Harapan… hahhaaa…!” ucap Dinda sembari tertawa kecil
“iiihhh rese lo!” seru Dika. “mmm… Kamu makin cantik sekarang.” ucap Andika memuji sambil menatap mesra ke arah Dinda dan membuat dia jadi salting sendiri. “Gak kayak dulu…genduuut.” imbuh Andika kemudian sembari tertawa mengejek dan menjepit hidung Dinda dengan tangannya lalu kabur persis seperti kebiasaannya saat SMP dulu.
“Diikaaaa…!” teriak Dinda dengan nada agak kesal dengan ulah Dika.
Dika yang telah berlari agak jauh membalikan tubuhnya mengarah ke tempat Dinda dan melambai, “lepas kelas ntar kita ketemu di sini ya” ucap Dika dan kemudian berlalu pergi. Dinda tersenyum tersipu, rasa kesalnya pun jadi menguap.
“Aahhhh jadi gak sabar niih…!” Seru Dinda di hati dan melanjutkan langkahnya dengan hati berbunga-bunga. Entah dia mimpi apa semalam sampai-sampai mengalami hal seindah ini. Bertemu kembali dengan orang yang pernah menghiasi hatinya.
“Hai, kamu Nadinda anak SMP Harapan bukan ya?” tanya cowok yang sedari tadi mengikutinya yang kini ikut berjalan di sampingnya. Dinda menghentikan langkahnya dan menatap wajah cowok itu. Dia mulai mengingat-ingat. Wajahnya begitu familiar di ingatan Dinda. Gak jauh berbeda dari wajah yang terekam terakhir 3 tahun yang lalu saat masih berseragam putih biru. Wajah yang ganteng, putih dan berpostur proporsional.
“Kamu Andika kan?” Dinda balik bertanya
“fiiiuuhhh…!” serunya sambil mengelus dada. “Ternyata kamu masih ingat aku, kirain…”
“Mana mungkin aku lupa sang cover boy dan playboy SMP Harapan… hahhaaa…!” ucap Dinda sembari tertawa kecil
“iiihhh rese lo!” seru Dika. “mmm… Kamu makin cantik sekarang.” ucap Andika memuji sambil menatap mesra ke arah Dinda dan membuat dia jadi salting sendiri. “Gak kayak dulu…genduuut.” imbuh Andika kemudian sembari tertawa mengejek dan menjepit hidung Dinda dengan tangannya lalu kabur persis seperti kebiasaannya saat SMP dulu.
“Diikaaaa…!” teriak Dinda dengan nada agak kesal dengan ulah Dika.
Dika yang telah berlari agak jauh membalikan tubuhnya mengarah ke tempat Dinda dan melambai, “lepas kelas ntar kita ketemu di sini ya” ucap Dika dan kemudian berlalu pergi. Dinda tersenyum tersipu, rasa kesalnya pun jadi menguap.
“Aahhhh jadi gak sabar niih…!” Seru Dinda di hati dan melanjutkan langkahnya dengan hati berbunga-bunga. Entah dia mimpi apa semalam sampai-sampai mengalami hal seindah ini. Bertemu kembali dengan orang yang pernah menghiasi hatinya.
Andika itu cinta monyetnya
Dinda. Rasa itu mulai ada saat naik ke kelas VIII. Dinda suka banget sama dia
namun gak pernah berani menyatakannya secara Andika itu banyak banget yang suka
dan lebih cantik ketimbang Dinda. Itulah yang buat Dinda jadi minder dan
memilih menyimpan rasa itu di hati saja sampai pada akhirnya rasa itu gak
pernah terungkap. Pisah sekolah saat SMA membuat Dinda semakin berniat mengubur
rasa itu. Namun kini takdir berkata lain, mereka dipertemukan kembali.
Sejak hari itu, mereka jadi
dekat kembali. Banyak hal yang mereka saling ceritakan, baik cerita di masa SMP
mereka yang pernah mereka lewati bersama maupun yang mereka jalani di masa SMA
mereka masing-masing bak seperti sepasang kekasih kemana-mana selalu bareng dan
memang mereka terlihat begitu serasi. Mungkin keadaan seperti itulah yang
membuat rasa dihati Dinda yang dulu pernah dia kubur bangkit kembali.
Sore itu Dinda dan
teman-temannya berencana untuk nonton. Mereka udah standby di bioskop sebelum
jam tayang film dimulai. Dinda melayangkan pandangannya di sekitar sedangkan
teman yang lain pada asyik ngegosip di sebelahnya. Dinda merasa bad mood dari
tadi secara Andika gak ada balas bbm atopun sms darinya. Hampa… mungkin itu
yang tengah dirasakan dalam hatinya kini. Pandangannya mulai terpaku pada satu
orang yang tengah berdiri tak jauh dari dia duduk. “Dika…” gumamnya di hati.
Betapa senang hati Dinda melihat Andika juga ada disana, tapi Perasaan senang
seketika berubah saat dia tau ada seorang cewek tengah bersama Andika disana.
Mereka tampak begitu bahagia. Bak terhujam ribuan belati yang menancap tepat di
hati Dinda, sakit.
“Guys aku pulang aja ya, aku lagi gak mood nih.” tutur Dinda cepat pada teman-temannya dan hendak beranjak pergi namun dihadang oleh teman-temannya.
“Lo kok gitu Din, kan nih filmnya udah mau mulai?” ucap Saskia mencoba membujuk kembali Dinda yang udah tampak down banget.
“Iya Din…nanggung tau!” Imbuh Lina. Dinda terdiam, bingung harus gimana
“Eh itu kan Andika!” seru Jeni sambil menunjuk kearah Andika berdiri. Saskia dan Lina pun serempak mengarahkan pandangannya kearah yang ditunjuk Jeni.
“Andika…!” panggil Jeni sembari melambai ke arah Andika. Andika yang mendengar panggilan itu pun menoleh dan melambai balik ke arah mereka.
“Waduuuhhh mati gue! Kenapa pake dipanggil segala sih?” gerutu Dinda di hati dengan tampang udah kayak cucian lecek.
Andika dan cewek itu pun lalu menghampiri mereka, ternyata cewek itu adalah Wini anak Ak 4 yang satu kampus juga dengan mereka. Dinda jadi makin geram, kesal, sedih pokoknya campur aduk deh rasa di hatinya saat melihat Andika dan Wini ikut nimbrung disana.
“Guys aku pulang aja ya, aku lagi gak mood nih.” tutur Dinda cepat pada teman-temannya dan hendak beranjak pergi namun dihadang oleh teman-temannya.
“Lo kok gitu Din, kan nih filmnya udah mau mulai?” ucap Saskia mencoba membujuk kembali Dinda yang udah tampak down banget.
“Iya Din…nanggung tau!” Imbuh Lina. Dinda terdiam, bingung harus gimana
“Eh itu kan Andika!” seru Jeni sambil menunjuk kearah Andika berdiri. Saskia dan Lina pun serempak mengarahkan pandangannya kearah yang ditunjuk Jeni.
“Andika…!” panggil Jeni sembari melambai ke arah Andika. Andika yang mendengar panggilan itu pun menoleh dan melambai balik ke arah mereka.
“Waduuuhhh mati gue! Kenapa pake dipanggil segala sih?” gerutu Dinda di hati dengan tampang udah kayak cucian lecek.
Andika dan cewek itu pun lalu menghampiri mereka, ternyata cewek itu adalah Wini anak Ak 4 yang satu kampus juga dengan mereka. Dinda jadi makin geram, kesal, sedih pokoknya campur aduk deh rasa di hatinya saat melihat Andika dan Wini ikut nimbrung disana.
Selama film dimulai, Dinda
cuma diam gak bicara dan gak ada ekspresi apapun padahal itu film komedi.
Penonton disana pada ketawa semua melihat adegan yang lucu banget dari film
disana kecuali Dinda. Cuma raganya aja yang disana tapi pikirannya entah
dimana. Sesekali Andika mengawasinya, ada perasaan ganjil yang dirasakan Andika
dengan perubahan Dinda saat itu. Hingga saat film usai pun gak sepatah katapun
Dinda ucapkan pada Andika. Biasanya ada aja yang dibilang atau tak sekalipun
senyum terlewatkan di wajahnya. Tapi saat ini tak satu pun dari itu Andika
temukan dari Dinda. Bukan seperti Dinda yang dikenal.
“Guys, aku balik duluan ya!”
Ucap Dinda singkat dan cabut dari tempat itu dengan datar ketika film usai dan
penonton pada bubar. Andika menatapnya berjalan menjauh tanpa kedip dengan
perasaan penasaran dan juga khawatir akan perubahan Dinda
“Dinda aneh ya hari ini?” ucap Jeni
“Iya, salah minum obat kali tu anak. Uring-uringan aja dari tadi.” Sambung Siska
“Dinda aneh ya hari ini?” ucap Jeni
“Iya, salah minum obat kali tu anak. Uring-uringan aja dari tadi.” Sambung Siska
Semenjak kejadian di bioskop
itu, hubungan DInda dan Andika merenggang. Dinda sering menghindari Andika.
Ditambah lagi akhir-akhir ini di kampus lagi merebak gossip tentang kedekatan
Andika dan Wini. Satu hal yang menguatkan hal itu adalah mereka sering
kedapatan berdua dan hal ini menambah kekacauan di hati Dinda dan dia pun
memilih untuk terus menghindar dari Andika.
“Ada cewek cantik nih
sendirian disini, aku temenin ya?” ujar seorang cowok yang tiba-tiba datang
membuyarkan lamunan Dinda. “Aku Yoga anak MK 2, kamu Dinda kan anak Ak 2?”
Dinda cuma mengangguk. “Cowok ini kok bisa tau ya tentang aku?” tanya Dinda di hati
“Kamu gak inget sama aku?” tanya Yoga. Mendengar pertanyaan itu, Dinda lalu menatap ke arah Yoga mengingat-ingat dimana dia pernah lihat cowok itu.
“Ooohh iya, kamu temennya Andika kan dan kita pernah ketemu saat ada tanding basket antar fakultas?” sahut Dinda setelah berhasil mengingatnya kembali. Yoga tersenyum puas.
“Ternyata ingatan kamu bagus juga!” ujar Yoga kemudian
Dinda cuma mengangguk. “Cowok ini kok bisa tau ya tentang aku?” tanya Dinda di hati
“Kamu gak inget sama aku?” tanya Yoga. Mendengar pertanyaan itu, Dinda lalu menatap ke arah Yoga mengingat-ingat dimana dia pernah lihat cowok itu.
“Ooohh iya, kamu temennya Andika kan dan kita pernah ketemu saat ada tanding basket antar fakultas?” sahut Dinda setelah berhasil mengingatnya kembali. Yoga tersenyum puas.
“Ternyata ingatan kamu bagus juga!” ujar Yoga kemudian
Rupanya Andika mengawasi Dinda
dari tadi dan melihat Yoga mendekati Dinda. Karena penasaran dia pun lalu
mendekat dan menguping pembicaraan mereka. Rupanya Yoga berniat ngajak Dinda
ngedate siang ini selepas kelas terakhir mereka. Dalam hati Andika berkecamuk,
entah kenapa dia merasa semarah ini melihat ada cowok yang mendekati Dinda.
“Kamu jangan percaya rayuannya
Yoga dan aku juga gak setuju kalau kamu ngedate sama Yog.!” Seru Andika dengan
nada cukup tegas yang muncul tiba-tiba dari balik pohon di belakang Dinda
duduk, sesaat setelah Yoga udah pergi dari tempat itu. Dinda tersentak kaget
karena Andika muncul dengan tiba-tiba
“Kamu kenapa sih terus hindari aku, emang aku salah apa?” tanya Andika dengan rasa penasaran yang udah menggunung di hatinya, namun Dinda masih bungkam seolah gak mau tau. “Kamu berubah tau gak, nyuekin aku tanpa alasan terus sekarang kamu malah deket sama cowok yang kamu gak kenal gimana orangnya? Dia itu playboy tau gak.” Tutur Andika dengan nada meninggi tampaknya udah emosi banget saking gak bisanya menahannya lagi.
“Apa peduli kamu, terserah aku dong mau jalan sama siapa aja! Emang kamu siapa aku, ngelarang-larang aku?!” tandas Dinda gak kalah emosinya. Andika yang melihat amarah di mata Dinda menurunkan nadanya dan mencoba bicara membujuknya baik-baik. “Tapi dia itu playboy, takutnya kamu cuma dimainin aja sama dia.” sahut Andika
“Itu bukan urusan kamu.” ucap Dinda lantang dan bergegas pergi ninggalin Andika
“Kamu kenapa sih terus hindari aku, emang aku salah apa?” tanya Andika dengan rasa penasaran yang udah menggunung di hatinya, namun Dinda masih bungkam seolah gak mau tau. “Kamu berubah tau gak, nyuekin aku tanpa alasan terus sekarang kamu malah deket sama cowok yang kamu gak kenal gimana orangnya? Dia itu playboy tau gak.” Tutur Andika dengan nada meninggi tampaknya udah emosi banget saking gak bisanya menahannya lagi.
“Apa peduli kamu, terserah aku dong mau jalan sama siapa aja! Emang kamu siapa aku, ngelarang-larang aku?!” tandas Dinda gak kalah emosinya. Andika yang melihat amarah di mata Dinda menurunkan nadanya dan mencoba bicara membujuknya baik-baik. “Tapi dia itu playboy, takutnya kamu cuma dimainin aja sama dia.” sahut Andika
“Itu bukan urusan kamu.” ucap Dinda lantang dan bergegas pergi ninggalin Andika
Andika gak habis pikir dengan
perubahan Dinda. Andika sangat kesal dengan tingkah Dinda namun bagaimana pun
dia tetep care, dia gak mau terjadi hal buruk pada Dinda makanya Andika
memutuskan untuk mengikuti kemana mereka pergi siang itu. Meski perut udah
keroncongan dan para cacing di perut seakan mengamuk, namun gak menghentikan
niat Andika membuntuti kemana Yoga membawa Dinda pergi. “Ini kan arah menuju
pantai? Mmmm syukur deh Yoga gak ngajak ke tempat aneh-aneh, tapi… walau
pemandangannya indah, pantai ini agak sepi.” Gumamnya sendiri sambil sesekali
melepaskan pandangannya pada motor yang jaraknya agak jauh darinya.
Yoga tampak menepikan motornya
di bawah pohon yang agak rindang lalu mengajak Dinda turun dan berjalan menuju
karang besar di tepi pantai karena disana tempatnya yang viewnya paling keren
dan teduh. Cocok banget buat pasangan yang lagi ngedate.
“Gak salah Yoga mendapat
julukan sang pencinta wanita, dia tau tempat-tempat romantis untuk menaklukkan
hati wanita.” gumamnya sedikit memuji sang playboy kampus. Masalahnya sekarang
tempat mengintai yang gak banget, bau dan banyak nyamuk. Tapi cuma tempat itu
yang paling dekat dan paling tepat untuk mengawasi mereka. “Demi keamanan
Dinda, berkorban sedikit gak masalah.” Ujar Andika menyemangati dirinya
sendiri.
Awalnya sih pembicaraan slow
dan santai, tapi lama-lama Yoga pun beraksi. Perlahan dia mulai mendekat dan
memegang tangan Dinda. Agak risi sih namun Dinda mencoba tetap tenang dan
berpikir positif. Namun makin lama Yoga makin ngelunjak, tangannya mencoba
menggerayangi tubuh Dinda yang kontan membuat Dinda berteriak dan menepis
tangan Yoga yang udah gak sopan padanya. Dinda pun segera beranjak dari
duduknya dan hendak beranjak pergi namun segera dihadang Yoga dan menggiring
Dinda hingga terpojok di sudut. “Santai dong sayang!” rayu Yoga enteng sembari
tersenyum santai pada Dinda yang sudah ketakutan.
Melihat hal tersebut, Andika
gak kuasa menahan emosinya dan akhirnya ke luar dari persembunyiannya.
“Hentikan Yoga!” seru Andika lantang. Sontak Yoga kaget mendengar itu secara
tiba-tiba karena yang dia tau tempat itu sepi. Yoga segera menoleh ke belakang
dan didapatilah sosok yang ia kenal telah berdiri di belakangnya. Dinda segera
berlari ke arah Andika dan bersembunyi di balik punggungnya.
“Loe? Kok loe ada disini?” tanya Yoga dengan tampang bingung.” Apa loe nguntit gue dari tadi?” imbuhnya lagi penasaran
“Ya, gue emang ngikutin kalian dari tadi. Gue cuma gak mau aja kalau loe sampai ngapa-ngapen Dinda.” Sahut Andika
“Emang loe siapanya… cowoknya? Trus Wini loe kemanain?” Yoga tampak agak jengkel
“Maksud loe?” sekarang Andika yang kebingungan dengan pertanyaan yang dilontarkan Yoga padanya. Andika bahkan gak tau tentang gossip yang beredar mengenai kedekatan dia dan Wini.
“Aahhh udah lah, gue paling anti harus ribut ngerebutin cewek temen sendiri. Walau gue playboy tapi itu bukan gaya gue.” tutur Yoga dengan gaya yang sok cool. “Jaga baik-baik cewek loe!” imbuhnya lagi sembari menepuk pundak Andika dan beranjak pergi meninggalkan mereka berdua berimbuh tersenyum simpul.
“Loe? Kok loe ada disini?” tanya Yoga dengan tampang bingung.” Apa loe nguntit gue dari tadi?” imbuhnya lagi penasaran
“Ya, gue emang ngikutin kalian dari tadi. Gue cuma gak mau aja kalau loe sampai ngapa-ngapen Dinda.” Sahut Andika
“Emang loe siapanya… cowoknya? Trus Wini loe kemanain?” Yoga tampak agak jengkel
“Maksud loe?” sekarang Andika yang kebingungan dengan pertanyaan yang dilontarkan Yoga padanya. Andika bahkan gak tau tentang gossip yang beredar mengenai kedekatan dia dan Wini.
“Aahhh udah lah, gue paling anti harus ribut ngerebutin cewek temen sendiri. Walau gue playboy tapi itu bukan gaya gue.” tutur Yoga dengan gaya yang sok cool. “Jaga baik-baik cewek loe!” imbuhnya lagi sembari menepuk pundak Andika dan beranjak pergi meninggalkan mereka berdua berimbuh tersenyum simpul.
Dengan benak yang dipenuhi
beribu pertanyaan, Andika menatap Dinda yang tampak masih ketakutan.
“Seharusnya aku gak keras kepala, harusnya aku percaya sama kata-kata kamu…” Tutur Dinda sambil tertunduk dengan rasa penyesalan. “Gak terbayang apa yang terjadi jika kamu gak ada…” imbuhnya lalu kemudian segera memeluk tubuh Andika. Andika merasakan betapa takutnya Dinda saat itu, segera dibalas pelukan Dinda untuk menenangkannya. Belaian lembut dan dekapan hangat Andika mampu menghapus ketakutan yang sedari tadi menjalar di seluruh tubuhnya.
“Jangan takut… ada aku disini untukmu!” ucap Andika meyakinkan Dinda. “Jangan nangis.. aku gak suka liat kamu nangis, jelek tau.” Goda Andika sambil menyeka air mata yang membasahi pipi Dinda. Dinda pun jadi tersenyum dibuatnya. Andika merasa ini saat yang tepat untuk mengclearkan semua masalah antara mereka apalagi view disini pas banget… tenang. Andika pun mengajak Dinda untuk duduk menikmati pemandangan laut nan indah
“Seharusnya aku gak keras kepala, harusnya aku percaya sama kata-kata kamu…” Tutur Dinda sambil tertunduk dengan rasa penyesalan. “Gak terbayang apa yang terjadi jika kamu gak ada…” imbuhnya lalu kemudian segera memeluk tubuh Andika. Andika merasakan betapa takutnya Dinda saat itu, segera dibalas pelukan Dinda untuk menenangkannya. Belaian lembut dan dekapan hangat Andika mampu menghapus ketakutan yang sedari tadi menjalar di seluruh tubuhnya.
“Jangan takut… ada aku disini untukmu!” ucap Andika meyakinkan Dinda. “Jangan nangis.. aku gak suka liat kamu nangis, jelek tau.” Goda Andika sambil menyeka air mata yang membasahi pipi Dinda. Dinda pun jadi tersenyum dibuatnya. Andika merasa ini saat yang tepat untuk mengclearkan semua masalah antara mereka apalagi view disini pas banget… tenang. Andika pun mengajak Dinda untuk duduk menikmati pemandangan laut nan indah
“Sekarang berikan aku
penjelasan kenapa kamu menghindari aku. Sejak pertemuan kita di bioskop itu,
kamu banyak berubah. Apa aku melakukan kesalahan, apa karena aku gak berkabar
satu hari itu. Tapi aku kan udah jelasin kalau waktu itu hp aku emang
ketinggalan di rumah.” ucap Andika mencoba menjelaskan kembali.
“Maaf kalau aku terlalu kekanak-kanakan. Aku…” Dinda diam sesaat mengumpulkan keberanian untuk meneruskan pengakuannya. “Entah kenapa aku merasa kesal dan marah mungkin aku… aku cemburu saat liat kamu sama Wini. Terlebih lagi saat itu kamu gak berkabar. Aku semakin kecewa saat denger gossip tentang kedekatan kalian akhir-akhir ini.” sambung Dinda mengungkapkan rasa yang selama ini mengganjal di hatinya. Andika cukup terkejut mendengar pengakuan Dinda itu.
“Kenapa?” Andika menatap dalam ke Dinda yang tengah tertunduk
“Apa?” Dinda menatap bingung ke arah Andika. Tatapan mereka pun beradu
“Kenapa kamu bisa cemburu?” Andika balik bertanya, Dinda pun segera mengalihkan pandangannya. Sesaat dia terdiam dan suasana hening sesaat.
“Karena… aku suka sama kamu.” Ucap Dinda pelan namun begitu jelas terdengar. Akhirnya Dinda berani juga mengungkapkan isi hati yang sudah dia pendam sejak saat SMP dulu. Andika tercengang, serasa mimpi baginya mendengar ucapan Dinda itu.
“Aku menyukaimu sejak SMP namun aku gak berani bilang.” Tutur Dinda sambil tersipu dan tersenyum mengingat kembali saat naifnya masa SMP dulu. “Begitu banyak cewek yang dekat sama kamu dan semua cantik, aku jadi minder sendiri. Sekarang pun masih seperti itu. Aku udah berusaha membunuh perasaanku itu, saat lulus SMP aku berhasil sesaat melupakanmu karena aku kira gak akn bertemu kamu lagi. Tapi ternyata… kita dipertemukan kembali. Sayangnya sekarang aku udah gak bisa membunuh perasaan yang semakin kuat dan menyiksaku tiap waktu.” imbuh Dinda menuturkan isi hatinya.
“Bodoh.” ucap Andika sembari tersenyum dan masih menatap lembut ke arah Dinda yang membuat dia jadi terdiam bingung. “Maaf kalau aku terlalu bodoh untuk bisa membaca hatimu… aku terlalu ragu dan takut untuk memulai hubungan lebih denganmu.” tutur Andika. Dinda pun tertunduk diam takut untuk mendengar lanjutan dari kata-kata Andika, takut kalau itu adalah penolakan akan perasaannya.
“Tapi sekarang aku lebih takut kehilangan kamu… aku takut kamu menjauhiku.” Imbuh Andika kemudian. Dinda tercengang akan apa yang didengar ini.
“Maksudmu?” Dinda jadi pangling dan sedikit ragu akan maksud kata-kata Andika
“Aku juga suka sama kamu dari SMP tapi aku gak berani lebih dari teman karena kita masih kecil. Saat pertama ketemu kamu lagi di kampus, aku merasa ini memang takdir. Tapi aku masih meyakinkan hati aku dan sekarang aku udah yakin kalau aku gak akan melepas kamu lagi.” Jelas Andika
“Tapi Wini?” sela Dinda
“Kami cuma temen dan dari awal aku memang gak ada rasa apapun sama dia. Pulang dari bioskop itu dia emang nembak aku, tapi aku udah nolak dia. Mau tau apa alasanku saat itu?” Tanya Andika. Dinda menggeleng pelan. “Karena aku menyayangi orang lain.” sahut Andika. “Kamulah alasanku menolak Wini ataupun cewek lain.” Imbuh Andika dan kemudian memeluk Dinda lembut lalu mencium keningnya
“Aku sayang kamu.” Ucap Andika lembut, Dinda pun tersipu malu. “Me too!” sahut Dinda samar-samar. “Jadi sekarang kita jadian nih ceritanya?” tanya Dinda sembari tersenyum manja
“Ya iyaaa dong saaayaaang…!” sahut Andika sambil menjepit hidung Dinda lalu kabur dengan tertawa senang. Dinda pun mengejarnya dengan tertawa girang. Suasana yang begitu romantis, tawa canda menambah kemesraan mereka.
“Maaf kalau aku terlalu kekanak-kanakan. Aku…” Dinda diam sesaat mengumpulkan keberanian untuk meneruskan pengakuannya. “Entah kenapa aku merasa kesal dan marah mungkin aku… aku cemburu saat liat kamu sama Wini. Terlebih lagi saat itu kamu gak berkabar. Aku semakin kecewa saat denger gossip tentang kedekatan kalian akhir-akhir ini.” sambung Dinda mengungkapkan rasa yang selama ini mengganjal di hatinya. Andika cukup terkejut mendengar pengakuan Dinda itu.
“Kenapa?” Andika menatap dalam ke Dinda yang tengah tertunduk
“Apa?” Dinda menatap bingung ke arah Andika. Tatapan mereka pun beradu
“Kenapa kamu bisa cemburu?” Andika balik bertanya, Dinda pun segera mengalihkan pandangannya. Sesaat dia terdiam dan suasana hening sesaat.
“Karena… aku suka sama kamu.” Ucap Dinda pelan namun begitu jelas terdengar. Akhirnya Dinda berani juga mengungkapkan isi hati yang sudah dia pendam sejak saat SMP dulu. Andika tercengang, serasa mimpi baginya mendengar ucapan Dinda itu.
“Aku menyukaimu sejak SMP namun aku gak berani bilang.” Tutur Dinda sambil tersipu dan tersenyum mengingat kembali saat naifnya masa SMP dulu. “Begitu banyak cewek yang dekat sama kamu dan semua cantik, aku jadi minder sendiri. Sekarang pun masih seperti itu. Aku udah berusaha membunuh perasaanku itu, saat lulus SMP aku berhasil sesaat melupakanmu karena aku kira gak akn bertemu kamu lagi. Tapi ternyata… kita dipertemukan kembali. Sayangnya sekarang aku udah gak bisa membunuh perasaan yang semakin kuat dan menyiksaku tiap waktu.” imbuh Dinda menuturkan isi hatinya.
“Bodoh.” ucap Andika sembari tersenyum dan masih menatap lembut ke arah Dinda yang membuat dia jadi terdiam bingung. “Maaf kalau aku terlalu bodoh untuk bisa membaca hatimu… aku terlalu ragu dan takut untuk memulai hubungan lebih denganmu.” tutur Andika. Dinda pun tertunduk diam takut untuk mendengar lanjutan dari kata-kata Andika, takut kalau itu adalah penolakan akan perasaannya.
“Tapi sekarang aku lebih takut kehilangan kamu… aku takut kamu menjauhiku.” Imbuh Andika kemudian. Dinda tercengang akan apa yang didengar ini.
“Maksudmu?” Dinda jadi pangling dan sedikit ragu akan maksud kata-kata Andika
“Aku juga suka sama kamu dari SMP tapi aku gak berani lebih dari teman karena kita masih kecil. Saat pertama ketemu kamu lagi di kampus, aku merasa ini memang takdir. Tapi aku masih meyakinkan hati aku dan sekarang aku udah yakin kalau aku gak akan melepas kamu lagi.” Jelas Andika
“Tapi Wini?” sela Dinda
“Kami cuma temen dan dari awal aku memang gak ada rasa apapun sama dia. Pulang dari bioskop itu dia emang nembak aku, tapi aku udah nolak dia. Mau tau apa alasanku saat itu?” Tanya Andika. Dinda menggeleng pelan. “Karena aku menyayangi orang lain.” sahut Andika. “Kamulah alasanku menolak Wini ataupun cewek lain.” Imbuh Andika dan kemudian memeluk Dinda lembut lalu mencium keningnya
“Aku sayang kamu.” Ucap Andika lembut, Dinda pun tersipu malu. “Me too!” sahut Dinda samar-samar. “Jadi sekarang kita jadian nih ceritanya?” tanya Dinda sembari tersenyum manja
“Ya iyaaa dong saaayaaang…!” sahut Andika sambil menjepit hidung Dinda lalu kabur dengan tertawa senang. Dinda pun mengejarnya dengan tertawa girang. Suasana yang begitu romantis, tawa canda menambah kemesraan mereka.
Cinta monyet dimasa SMP
bersemi kembali saat usia beranjak dewasa, mungkin inilah yang namanya jodoh.
Cinta yang lama tertunda akhirnya bersatu juga.
THE END
0 komentar:
Posting Komentar