Senin, 07 November 2016

CERPEN Cinta Monyetku



Cinta Monyetku
Judul Cerpen Cinta Monyetku
Cerpen Karangan: 
Amie Sudarmi
Kategori: 
Cerpen Cinta PertamaCerpen Cinta Romantis
Lolos moderasi pada: 5 November 2016
Masa-masa SMA emang masa yang paling indah kata orang dan masa itu masa yang gak akan terulang. Sekarang Dinda sudah gak pake seragam putih abu-abu lagi, sudah bukan anak ABG lagi. Sekarang Dinda udah mulai mengenyam yang namanya bangku kuliah. Selepas menimba ilmu di SMA, Dinda memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya di salah satu universitas ternama di Jakarta dengan mengambil jurusan Ekonomi Akuntansi. Berhubung dia sangat menyukai yang namanya akuntansi.
Pagi yang cerah mengawali langkah Dinda memasuki tempat dia menimba ilmu. “Nafas baru.” ucapnya di hati sambil tersenyum melangkahkan kaki memasuki gerbang kampus. Seseorang sedari tadi tengah mengawasinya dan perlahan mulai mendekit Dinda.
“Hai, kamu Nadinda anak SMP Harapan bukan ya?” tanya cowok yang sedari tadi mengikutinya yang kini ikut berjalan di sampingnya. Dinda menghentikan langkahnya dan menatap wajah cowok itu. Dia mulai mengingat-ingat. Wajahnya begitu familiar di ingatan Dinda. Gak jauh berbeda dari wajah yang terekam terakhir 3 tahun yang lalu saat masih berseragam putih biru. Wajah yang ganteng, putih dan berpostur proporsional.
“Kamu Andika kan?” Dinda balik bertanya
“fiiiuuhhh…!” serunya sambil mengelus dada. “Ternyata kamu masih ingat aku, kirain…”
“Mana mungkin aku lupa sang cover boy dan playboy SMP Harapan… hahhaaa…!” ucap Dinda sembari tertawa kecil
“iiihhh rese lo!” seru Dika. “mmm… Kamu makin cantik sekarang.” ucap Andika memuji sambil menatap mesra ke arah Dinda dan membuat dia jadi salting sendiri. “Gak kayak dulu…genduuut.” imbuh Andika kemudian sembari tertawa mengejek dan menjepit hidung Dinda dengan tangannya lalu kabur persis seperti kebiasaannya saat SMP dulu.
“Diikaaaa…!” teriak Dinda dengan nada agak kesal dengan ulah Dika.
Dika yang telah berlari agak jauh membalikan tubuhnya mengarah ke tempat Dinda dan melambai, “lepas kelas ntar kita ketemu di sini ya” ucap Dika dan kemudian berlalu pergi. Dinda tersenyum tersipu, rasa kesalnya pun jadi menguap.
“Aahhhh jadi gak sabar niih…!” Seru Dinda di hati dan melanjutkan langkahnya dengan hati berbunga-bunga. Entah dia mimpi apa semalam sampai-sampai mengalami hal seindah ini. Bertemu kembali dengan orang yang pernah menghiasi hatinya.
Andika itu cinta monyetnya Dinda. Rasa itu mulai ada saat naik ke kelas VIII. Dinda suka banget sama dia namun gak pernah berani menyatakannya secara Andika itu banyak banget yang suka dan lebih cantik ketimbang Dinda. Itulah yang buat Dinda jadi minder dan memilih menyimpan rasa itu di hati saja sampai pada akhirnya rasa itu gak pernah terungkap. Pisah sekolah saat SMA membuat Dinda semakin berniat mengubur rasa itu. Namun kini takdir berkata lain, mereka dipertemukan kembali.
Sejak hari itu, mereka jadi dekat kembali. Banyak hal yang mereka saling ceritakan, baik cerita di masa SMP mereka yang pernah mereka lewati bersama maupun yang mereka jalani di masa SMA mereka masing-masing bak seperti sepasang kekasih kemana-mana selalu bareng dan memang mereka terlihat begitu serasi. Mungkin keadaan seperti itulah yang membuat rasa dihati Dinda yang dulu pernah dia kubur bangkit kembali.
Sore itu Dinda dan teman-temannya berencana untuk nonton. Mereka udah standby di bioskop sebelum jam tayang film dimulai. Dinda melayangkan pandangannya di sekitar sedangkan teman yang lain pada asyik ngegosip di sebelahnya. Dinda merasa bad mood dari tadi secara Andika gak ada balas bbm atopun sms darinya. Hampa… mungkin itu yang tengah dirasakan dalam hatinya kini. Pandangannya mulai terpaku pada satu orang yang tengah berdiri tak jauh dari dia duduk. “Dika…” gumamnya di hati. Betapa senang hati Dinda melihat Andika juga ada disana, tapi Perasaan senang seketika berubah saat dia tau ada seorang cewek tengah bersama Andika disana. Mereka tampak begitu bahagia. Bak terhujam ribuan belati yang menancap tepat di hati Dinda, sakit.
“Guys aku pulang aja ya, aku lagi gak mood nih.” tutur Dinda cepat pada teman-temannya dan hendak beranjak pergi namun dihadang oleh teman-temannya.
“Lo kok gitu Din, kan nih filmnya udah mau mulai?” ucap Saskia mencoba membujuk kembali Dinda yang udah tampak down banget.
“Iya Din…nanggung tau!” Imbuh Lina. Dinda terdiam, bingung harus gimana
“Eh itu kan Andika!” seru Jeni sambil menunjuk kearah Andika berdiri. Saskia dan Lina pun serempak mengarahkan pandangannya kearah yang ditunjuk Jeni.
“Andika…!” panggil Jeni sembari melambai ke arah Andika. Andika yang mendengar panggilan itu pun menoleh dan melambai balik ke arah mereka.
“Waduuuhhh mati gue! Kenapa pake dipanggil segala sih?” gerutu Dinda di hati dengan tampang udah kayak cucian lecek.
Andika dan cewek itu pun lalu menghampiri mereka, ternyata cewek itu adalah Wini anak Ak 4 yang satu kampus juga dengan mereka. Dinda jadi makin geram, kesal, sedih pokoknya campur aduk deh rasa di hatinya saat melihat Andika dan Wini ikut nimbrung disana.
Selama film dimulai, Dinda cuma diam gak bicara dan gak ada ekspresi apapun padahal itu film komedi. Penonton disana pada ketawa semua melihat adegan yang lucu banget dari film disana kecuali Dinda. Cuma raganya aja yang disana tapi pikirannya entah dimana. Sesekali Andika mengawasinya, ada perasaan ganjil yang dirasakan Andika dengan perubahan Dinda saat itu. Hingga saat film usai pun gak sepatah katapun Dinda ucapkan pada Andika. Biasanya ada aja yang dibilang atau tak sekalipun senyum terlewatkan di wajahnya. Tapi saat ini tak satu pun dari itu Andika temukan dari Dinda. Bukan seperti Dinda yang dikenal.
“Guys, aku balik duluan ya!” Ucap Dinda singkat dan cabut dari tempat itu dengan datar ketika film usai dan penonton pada bubar. Andika menatapnya berjalan menjauh tanpa kedip dengan perasaan penasaran dan juga khawatir akan perubahan Dinda
“Dinda aneh ya hari ini?” ucap Jeni
“Iya, salah minum obat kali tu anak. Uring-uringan aja dari tadi.” Sambung Siska
Semenjak kejadian di bioskop itu, hubungan DInda dan Andika merenggang. Dinda sering menghindari Andika. Ditambah lagi akhir-akhir ini di kampus lagi merebak gossip tentang kedekatan Andika dan Wini. Satu hal yang menguatkan hal itu adalah mereka sering kedapatan berdua dan hal ini menambah kekacauan di hati Dinda dan dia pun memilih untuk terus menghindar dari Andika.
“Ada cewek cantik nih sendirian disini, aku temenin ya?” ujar seorang cowok yang tiba-tiba datang membuyarkan lamunan Dinda. “Aku Yoga anak MK 2, kamu Dinda kan anak Ak 2?”
Dinda cuma mengangguk. “Cowok ini kok bisa tau ya tentang aku?” tanya Dinda di hati
“Kamu gak inget sama aku?” tanya Yoga. Mendengar pertanyaan itu, Dinda lalu menatap ke arah Yoga mengingat-ingat dimana dia pernah lihat cowok itu.
“Ooohh iya, kamu temennya Andika kan dan kita pernah ketemu saat ada tanding basket antar fakultas?” sahut Dinda setelah berhasil mengingatnya kembali. Yoga tersenyum puas.
“Ternyata ingatan kamu bagus juga!” ujar Yoga kemudian
Rupanya Andika mengawasi Dinda dari tadi dan melihat Yoga mendekati Dinda. Karena penasaran dia pun lalu mendekat dan menguping pembicaraan mereka. Rupanya Yoga berniat ngajak Dinda ngedate siang ini selepas kelas terakhir mereka. Dalam hati Andika berkecamuk, entah kenapa dia merasa semarah ini melihat ada cowok yang mendekati Dinda.
“Kamu jangan percaya rayuannya Yoga dan aku juga gak setuju kalau kamu ngedate sama Yog.!” Seru Andika dengan nada cukup tegas yang muncul tiba-tiba dari balik pohon di belakang Dinda duduk, sesaat setelah Yoga udah pergi dari tempat itu. Dinda tersentak kaget karena Andika muncul dengan tiba-tiba
“Kamu kenapa sih terus hindari aku, emang aku salah apa?” tanya Andika dengan rasa penasaran yang udah menggunung di hatinya, namun Dinda masih bungkam seolah gak mau tau. “Kamu berubah tau gak, nyuekin aku tanpa alasan terus sekarang kamu malah deket sama cowok yang kamu gak kenal gimana orangnya? Dia itu playboy tau gak.” Tutur Andika dengan nada meninggi tampaknya udah emosi banget saking gak bisanya menahannya lagi.
“Apa peduli kamu, terserah aku dong mau jalan sama siapa aja! Emang kamu siapa aku, ngelarang-larang aku?!” tandas Dinda gak kalah emosinya. Andika yang melihat amarah di mata Dinda menurunkan nadanya dan mencoba bicara membujuknya baik-baik. “Tapi dia itu playboy, takutnya kamu cuma dimainin aja sama dia.” sahut Andika
“Itu bukan urusan kamu.” ucap Dinda lantang dan bergegas pergi ninggalin Andika
Andika gak habis pikir dengan perubahan Dinda. Andika sangat kesal dengan tingkah Dinda namun bagaimana pun dia tetep care, dia gak mau terjadi hal buruk pada Dinda makanya Andika memutuskan untuk mengikuti kemana mereka pergi siang itu. Meski perut udah keroncongan dan para cacing di perut seakan mengamuk, namun gak menghentikan niat Andika membuntuti kemana Yoga membawa Dinda pergi. “Ini kan arah menuju pantai? Mmmm syukur deh Yoga gak ngajak ke tempat aneh-aneh, tapi… walau pemandangannya indah, pantai ini agak sepi.” Gumamnya sendiri sambil sesekali melepaskan pandangannya pada motor yang jaraknya agak jauh darinya.
Yoga tampak menepikan motornya di bawah pohon yang agak rindang lalu mengajak Dinda turun dan berjalan menuju karang besar di tepi pantai karena disana tempatnya yang viewnya paling keren dan teduh. Cocok banget buat pasangan yang lagi ngedate.
“Gak salah Yoga mendapat julukan sang pencinta wanita, dia tau tempat-tempat romantis untuk menaklukkan hati wanita.” gumamnya sedikit memuji sang playboy kampus. Masalahnya sekarang tempat mengintai yang gak banget, bau dan banyak nyamuk. Tapi cuma tempat itu yang paling dekat dan paling tepat untuk mengawasi mereka. “Demi keamanan Dinda, berkorban sedikit gak masalah.” Ujar Andika menyemangati dirinya sendiri.
Awalnya sih pembicaraan slow dan santai, tapi lama-lama Yoga pun beraksi. Perlahan dia mulai mendekat dan memegang tangan Dinda. Agak risi sih namun Dinda mencoba tetap tenang dan berpikir positif. Namun makin lama Yoga makin ngelunjak, tangannya mencoba menggerayangi tubuh Dinda yang kontan membuat Dinda berteriak dan menepis tangan Yoga yang udah gak sopan padanya. Dinda pun segera beranjak dari duduknya dan hendak beranjak pergi namun segera dihadang Yoga dan menggiring Dinda hingga terpojok di sudut. “Santai dong sayang!” rayu Yoga enteng sembari tersenyum santai pada Dinda yang sudah ketakutan.
Melihat hal tersebut, Andika gak kuasa menahan emosinya dan akhirnya ke luar dari persembunyiannya. “Hentikan Yoga!” seru Andika lantang. Sontak Yoga kaget mendengar itu secara tiba-tiba karena yang dia tau tempat itu sepi. Yoga segera menoleh ke belakang dan didapatilah sosok yang ia kenal telah berdiri di belakangnya. Dinda segera berlari ke arah Andika dan bersembunyi di balik punggungnya.
“Loe? Kok loe ada disini?” tanya Yoga dengan tampang bingung.” Apa loe nguntit gue dari tadi?” imbuhnya lagi penasaran
“Ya, gue emang ngikutin kalian dari tadi. Gue cuma gak mau aja kalau loe sampai ngapa-ngapen Dinda.” Sahut Andika
“Emang loe siapanya… cowoknya? Trus Wini loe kemanain?” Yoga tampak agak jengkel
“Maksud loe?” sekarang Andika yang kebingungan dengan pertanyaan yang dilontarkan Yoga padanya. Andika bahkan gak tau tentang gossip yang beredar mengenai kedekatan dia dan Wini.
“Aahhh udah lah, gue paling anti harus ribut ngerebutin cewek temen sendiri. Walau gue playboy tapi itu bukan gaya gue.” tutur Yoga dengan gaya yang sok cool. “Jaga baik-baik cewek loe!” imbuhnya lagi sembari menepuk pundak Andika dan beranjak pergi meninggalkan mereka berdua berimbuh tersenyum simpul.
Dengan benak yang dipenuhi beribu pertanyaan, Andika menatap Dinda yang tampak masih ketakutan.
“Seharusnya aku gak keras kepala, harusnya aku percaya sama kata-kata kamu…” Tutur Dinda sambil tertunduk dengan rasa penyesalan. “Gak terbayang apa yang terjadi jika kamu gak ada…” imbuhnya lalu kemudian segera memeluk tubuh Andika. Andika merasakan betapa takutnya Dinda saat itu, segera dibalas pelukan Dinda untuk menenangkannya. Belaian lembut dan dekapan hangat Andika mampu menghapus ketakutan yang sedari tadi menjalar di seluruh tubuhnya.
“Jangan takut… ada aku disini untukmu!” ucap Andika meyakinkan Dinda. “Jangan nangis.. aku gak suka liat kamu nangis, jelek tau.” Goda Andika sambil menyeka air mata yang membasahi pipi Dinda. Dinda pun jadi tersenyum dibuatnya. Andika merasa ini saat yang tepat untuk mengclearkan semua masalah antara mereka apalagi view disini pas banget… tenang. Andika pun mengajak Dinda untuk duduk menikmati pemandangan laut nan indah
“Sekarang berikan aku penjelasan kenapa kamu menghindari aku. Sejak pertemuan kita di bioskop itu, kamu banyak berubah. Apa aku melakukan kesalahan, apa karena aku gak berkabar satu hari itu. Tapi aku kan udah jelasin kalau waktu itu hp aku emang ketinggalan di rumah.” ucap Andika mencoba menjelaskan kembali.
“Maaf kalau aku terlalu kekanak-kanakan. Aku…” Dinda diam sesaat mengumpulkan keberanian untuk meneruskan pengakuannya. “Entah kenapa aku merasa kesal dan marah mungkin aku… aku cemburu saat liat kamu sama Wini. Terlebih lagi saat itu kamu gak berkabar. Aku semakin kecewa saat denger gossip tentang kedekatan kalian akhir-akhir ini.” sambung Dinda mengungkapkan rasa yang selama ini mengganjal di hatinya. Andika cukup terkejut mendengar pengakuan Dinda itu.
“Kenapa?” Andika menatap dalam ke Dinda yang tengah tertunduk
“Apa?” Dinda menatap bingung ke arah Andika. Tatapan mereka pun beradu
“Kenapa kamu bisa cemburu?” Andika balik bertanya, Dinda pun segera mengalihkan pandangannya. Sesaat dia terdiam dan suasana hening sesaat.
“Karena… aku suka sama kamu.” Ucap Dinda pelan namun begitu jelas terdengar. Akhirnya Dinda berani juga mengungkapkan isi hati yang sudah dia pendam sejak saat SMP dulu. Andika tercengang, serasa mimpi baginya mendengar ucapan Dinda itu.
“Aku menyukaimu sejak SMP namun aku gak berani bilang.” Tutur Dinda sambil tersipu dan tersenyum mengingat kembali saat naifnya masa SMP dulu. “Begitu banyak cewek yang dekat sama kamu dan semua cantik, aku jadi minder sendiri. Sekarang pun masih seperti itu. Aku udah berusaha membunuh perasaanku itu, saat lulus SMP aku berhasil sesaat melupakanmu karena aku kira gak akn bertemu kamu lagi. Tapi ternyata… kita dipertemukan kembali. Sayangnya sekarang aku udah gak bisa membunuh perasaan yang semakin kuat dan menyiksaku tiap waktu.” imbuh Dinda menuturkan isi hatinya.
“Bodoh.” ucap Andika sembari tersenyum dan masih menatap lembut ke arah Dinda yang membuat dia jadi terdiam bingung. “Maaf kalau aku terlalu bodoh untuk bisa membaca hatimu… aku terlalu ragu dan takut untuk memulai hubungan lebih denganmu.” tutur Andika. Dinda pun tertunduk diam takut untuk mendengar lanjutan dari kata-kata Andika, takut kalau itu adalah penolakan akan perasaannya.
“Tapi sekarang aku lebih takut kehilangan kamu… aku takut kamu menjauhiku.” Imbuh Andika kemudian. Dinda tercengang akan apa yang didengar ini.
“Maksudmu?” Dinda jadi pangling dan sedikit ragu akan maksud kata-kata Andika
“Aku juga suka sama kamu dari SMP tapi aku gak berani lebih dari teman karena kita masih kecil. Saat pertama ketemu kamu lagi di kampus, aku merasa ini memang takdir. Tapi aku masih meyakinkan hati aku dan sekarang aku udah yakin kalau aku gak akan melepas kamu lagi.” Jelas Andika
“Tapi Wini?” sela Dinda
“Kami cuma temen dan dari awal aku memang gak ada rasa apapun sama dia. Pulang dari bioskop itu dia emang nembak aku, tapi aku udah nolak dia. Mau tau apa alasanku saat itu?” Tanya Andika. Dinda menggeleng pelan. “Karena aku menyayangi orang lain.” sahut Andika. “Kamulah alasanku menolak Wini ataupun cewek lain.” Imbuh Andika dan kemudian memeluk Dinda lembut lalu mencium keningnya
“Aku sayang kamu.” Ucap Andika lembut, Dinda pun tersipu malu. “Me too!” sahut Dinda samar-samar. “Jadi sekarang kita jadian nih ceritanya?” tanya Dinda sembari tersenyum manja
“Ya iyaaa dong saaayaaang…!” sahut Andika sambil menjepit hidung Dinda lalu kabur dengan tertawa senang. Dinda pun mengejarnya dengan tertawa girang. Suasana yang begitu romantis, tawa canda menambah kemesraan mereka.
Cinta monyet dimasa SMP bersemi kembali saat usia beranjak dewasa, mungkin inilah yang namanya jodoh. Cinta yang lama tertunda akhirnya bersatu juga.
THE END

Share:

Related Posts:

0 komentar:

Posting Komentar

VIEWERS

368,568

Text Widget

Recent Posts

BTemplates.com